Pages

Rabu, 21 September 2016

A Psychopath Called "Loner" Part: 8. Psikopat Lain

A Psychopath Called "Loner"

8. Psikopat Lain

Adikku berada diruangan VIP sekarang. Butuh operasi kecil dan beberapa jahitan ditubuhnya tadi.
"Pak, ini obatnya. Dimakan 3 jam lagi ya, supaya luka basahnya lekas kering." Seorang suster menaruh beberapa plastik obat dimeja samping kasur adikku. Suster itu seksi sekali, aku membayangkan ketika memperkosanya. Selain cantik wajahnya juga sangat manis.
"Hei.. Andre," Alex membuyarkan lamunan ku, "Aku ingin jujur padamu."

"Ada apa? kau ingin mengaku kalau kau bukan adikku? karna aku sudah siap untuk memotong lehermu sekarang."

"Bukan, bodoh. Sebenarnya aku adalah petugas polisi," aku tersentak ketika mendengar pengakuannya. Dia polisi? sudah kuduga bajingan ini akan mengkhianatiku.
"Ya, lalu? kau akan menangkapku, bung?"

"Awalnya memang itu tugasku. Kau, Loner, adalah salah satu pembunuh berbahaya paling ditakuti dan paling dicari sekarang ini. Aku bisa saja menangkapmu dari kemarin-kemarin, namun tidak kulakukan."

"Kenapa? bukankah itu tugasmu?"

"Benar. Namun aku juga tidak tega, jujur. Kau adalah kakakku, satu-satunya saudara kandungku. Tapi mengingat kejahatan keji yang telah kau lakukan, aku... Ah sial! ini membuatku gila!" tangannya menutupi seluruh wajahnya. Dia seperti orang habis kalah judi.
Lagipula kau tau kan, aku tidak akan diam kalau kau berusaha menangkapku?"
dia diam beberapa saat, mengangguk berulangkali lalu tertawa,
"Ya itu benar keparat. Aku juga ingin meminta bantuanmu kalau kau tidak keberatan."

"Apa itu bajingan?"

"Selain kau, ada beberapa pembunuh lain diluar sana yang mungkin lebih keji daripada kau. Walau kau sendiri sudah sangat keji dan bajingan dengan membunuh semua.." sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, aku memotong,
"Langsung ke inti saja keparat. Aku tidak punya banyak waktu. Jangan repot-repot mengurus kehidupanku." Dia menatapku dengan sinis, lalu melanjutkan kata-katanya,
"Polisi dan detektif terbaik pun tidak dapat menemukan jejak mereka. Menurut data, ada 6 orang pembunuh berantai misterius termasuk kau, yang sangat brutal dan keji. Bahkan jauh lebih berbahaya daripada kelompok mafia sekalipun."

"Lalu, kau ingin aku melakukan apa?"

"Kau adalah salah satu dari mereka. Kau berpikir seperti mereka. Adikmu ini membutuhkan bantuanmu. Bila atasanku tau kalau aku tidak menangkapmu malah membantumu, dia akan membunuhku kau tau."

"Aku tidak perduli." dia tertawa. Padahal sungguh, aku tidak perduli. Dia mengira kalau aku bercanda. Keparat.

"Andre, mereka lebih sadis dan berbahaya daripada kau yang juga sadis dan berbahaya. Aku yakin pasti masih ada sedikit rasa kemanusiaan dalam hatimu yang busuk itu. Mereka membunuh lebih banyak daripada kau. Orangtua renta, anak kecil, bayi, bahkan ibu hamil mereka bantai. Kalau kau memang bersedia membantuku, temui aku dirumah yang kau serang kemarin. Itu adalah rumah ayah, rumahmu juga." entah kenapa aku jadi kesal ketika dia menyebut kata, "ayah". Aku bangkit dari tempat duduk, lalu pergi meninggalkannya seorang diri. Aku yakin dia akan baik-baik saja. Kututup pintu kamar rumah sakit itu, kulihat dia menatap mataku dengan penuh harap. Menjijikan.
Aku tidak memakai topeng, aku jadi tidak nyaman ketika orang-orang memperhatikanku. Melihat wajah pucatku, rambut gondrongku yang acak-acakkan. Ingin sekali kutusuk mata mereka dengan jariku, tapi kau tau, ada CCTV dimana-mana.
Hei, aku melihat suster yang tadi. Dia tengah berjalan ke suatu tempat. Mungkin aku harus mengikutinya dan membuat impianku tadi menjadi nyata.
Demi usus balita, dia menuju kamar mandi. Ini benar-benar saat yang tepat. Apalagi disitu cukup sepi. Aku pun mengikutinya dari belakang tanpa diketahui olehnya. Dia masuk ke kamar mandi wanita. Anjing. Sial. Bagaimana kalau aku dipergoki? ah, masa bodoh. Bilang saja aku tidak melihat tandanya. Aku pun ikut masuk, dan kau tahu? benar-benar hebat, tidak ada orang disini. Suster itu sudah masuk kedalam toilet. Aku mengunci pintu kamar mandi agar tidak ada yang masuk. Lalu, mendobrak pintu toilet tempat si suster masuk. Dia tengah buang air besar, dia menjerit begitu melihatku. Aku menyekap mulutnya. Namun dia terus berontak. Aku kesal lalu membenturkan kepalanya ke dinding belakang dengan sangat keras hingga dia pingsan, atau mungkin mati. Sial, dia mati. Aku menekan lengannya namun tidak ada denyut nadi. Dia sudah mengeluarkan sedikit kotorannya, apakah aku harus memperkosa mayatnya? menurut kalian menjijikan? menurutku tidak. Aku membuka celana ku dan memperkosanya dengan sangat brutal. Kutekan dengan kuat pinggangku karna sedari tadi terus membayangkan bokongnya itu. Dia memakai kacamata hingga semakin terlihat manis. Aku membuka kacamatanya dan menusukan gagang kacamata itu ke anusnya. Lalu kembali memperkosanya.
Setelah selesai akupun keluar dengan sangat berhati-hati dari tempat terkutuk ini. Aku melihat ke sekeliling. Tidak ada siapapun, aku berlari dengan cepat mencari pintu keluar. Hingga aku sadar, kalau aksiku tadi direkam banyak CCTV. Anjing....

0 komentar:

Posting Komentar

Disqus Shortname

Comments system