Pages

Selasa, 06 September 2016

Attack Of Porruss: 3. Porruss


3. Porrus

Semalaman Alex tidak tidur. Dia tidak dapat menggerakan bola matanya, selalu fokus pada kucing aneh itu. Kucing itu sedang tertidur dimeja belajar Alex. Tentu saja senyumannya yang menyebalkan sekaligus nengerikan tetap terlihat diwajahnya. Alex tidak dapat melupakan kejadian aneh tadi malam, dia tidak tahu harus apa. Mengadu pada ibunya adalah ide bodoh, apalagi pada ayahnya yang sangat tidak percaya pada hal ghaib. Beberapa saat kemudian kucing itu terbangun. Direnggangkannya tubuhnya yang gemuk itu sementara mulutnya terbuka lebar karna menguap. "Selamat pagi, Alex. Hehehe... Kenapa kau terus melihatku?" Kucing itu tersenyum pada Alex. Sementara Alex terlalu takut untuk menjawab, dia hanya dapat menggelengkan kepala dengan mata yang melotot pada kucing itu, melotot karna ketakutan. Kucing itu lalu berjalan mendekati Alex diranjangnya. Alex menarik selimutnya hingga menutupi hampir seluruh tubuhnya. "Kenapa kau mendekat? pergi sana. Kumohon." Alex menggigil ketakutan. "Memangnya kenapa?" Kucing itu terus mendekat. "Kau akan memakanku hidup-hidup." Kucing itu kemudian berhenti. Lalu tertawa dengan keras, "Kau terlalu kurus. Aku tidak akan kenyang. Hahahaha... Sekarang, ayo buka selimutmu. Kita berkenalan." Alex tetap tak bergeming. Dia terus menutupi tubuhnya dengan selimut. Sementara keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya. "Hei, aku menunggu," kucing itu duduk didepan Alex sambil sesekali menjilati kakinya yang berbulu, "Atau... aku akan berubah dan membunuh ibumu. Kau suka? Hehehe..." Ancaman kucing itu mau tak mau membuat Alex menuruti perintahnya. Perlahan dia membuka selimutnya. Dilihatnya kucing itu tersenyum padanya. Dia selalu tersenyum. Apakah itu hobinya?
"Hai. Kau... Alex, bukan?" Kucing itu bertanya, sementara Alex hanya mengangguk. Dia tidak berani berkata-kata.
"Kau.. Si.. Sii.. Siapa?"
"Panggil aku Argus, hehehe.. Aku berterima-kasih pada ayahmu karna telah menolongku."
"Memangnya apa yang terjadi padamu?" Kucing itu terdiam sejenak seperti memikirkan sesuatu, lalu tertawa.
"Aku telah melanggar aturan. Aku diserang oleh makhluk-makhluk penjaga alam ini dari kami para Porruss."
"Guardian? Porruss? Apa itu??" Tanya Alex penasaran. Kucing itu kembali tersenyum,
"Sekarang kau sudah tak takut lagi padaku hingga berani bertanya banyak, ha? Hehehe... Begini," Kucing itu kemudian duduk disebelah Alex,
"Di dunia ini ada begitu banyak makhluk-makhluk aneh dan menyeramkan. Yang sudah ada bahkan jauh sebelum kalian para manusia ada, kami adalah Porruss. Sementara Guardian adalah makhluk menyebalkan, sok suci, dan suka mengatur-ngatur kami para Porruss. Mereka menyebut diri mereka penjaga, penyeimbang, tapi menurutku mereka hanyalah para pecundang."
Alex mengangguk, rasa takutnya perlahan hilang.
"Dari kecil aku juga sering melihat, kau tahu, begitu banyak penampakan yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Dikenal dengan istilah indigo."
"Ya ya ya.. Aku sudah tahu bung. Memang ada beberapa manusia yang mempunyai kekuatan seperti kau. Itu sebabnya aku tidak memakanmu, hehee..." Alex melihat kucing itu, raut wajahnya kembali menunjukan ketakutan.
"Sial. Kenapa kau begitu kaku, aku hanya bercanda," Kucing itu memukulkan tangan kecilnya kepaha Alex, "Oh iya, sebagai ucapan terimakasih pada keluarga ini, aku akan melindungi kau dan kedua indukmu itu dari Porruss lain. Ada begitu banyak Porruss lain yang lebih ganas daripada aku dikota kecil ini."
"Apakah semua Porruss itu jahat?"
"Ah, pertanyaan bagus. Ada beberapa Porruss yang melindungi manusia seperti Anubis yang dianggap dewa di mesir sana, dan juga beberapa yang lainnya disuku pedalaman. Hmm.. Ada juga yang tidak mengganggu seperti Bigfoot, Yeti, dan makhluk lainnya yang kalian sebut dengan monster."
"Lalu, apakah setiap Porruss mempunyai kekuatan?"
"Ya. Ada beberapa yang dapat berubah bentuk sepertiku. Ada yang dapat mengendalikan api, air, cahaya, kegelapan, bahkan angin. Ada yang dapat menghidupkan orang atau makhluk lain yang sudah mati. Mungkin kami adalah anak-anak tuhan. Hahaha..."
Saat Alex dan Argus tengah berbincang, ibu Alex mengetuk pintu, "Sayang. Ayo sarapan. Kurasa hari ini kau harus bersekolah Alex, kau sudah terlalu banyak kehilangan pelajaran." Terdengar suara ibu Alex dari balik pintu.
"Sial. Aku benci sekolah." alex menghela nafas. Dengan malas dia bangkit dari ranjangnya.
"Sekolah saja, aku akan menemanimu sekarang. Tidak akan ada lagi yang berani mengganggumu disekolah."
"Tunggu, darimana kau tahu aku sering diganggu disekolah?" Kucing itu tidak membalas pertanyaan Alex, "Sudahlah jangan banyak tanya. Cepat mandi dan ganti bajumu bocah kurus. Aku akan menunggu diluar." Alex terus memperhatikan kucing itu bahkan sampai dia keluar dari kamarnya. Ada begitu banyak pertanyaan dibenak Alex yang tidak sempat ditanyakannya.
Pagi itu cuaca cukup sejuk di kota Greenlake. Angin sepoi-sepoi menambah segarnya kota yang dipenuhi banyak pohon ini. Dari arah luar rumah Alex terdengar deru mobil. Itu adalah ayah Alex. Dengan terburu-buru dia masuk kerumah, wajahnya tegang seperti mangsa yang bertemu predatornya.
"Dimana Alex?" Tanya pria bertubuh tinggi dan besar ini pada istrinya ketika baru saja sampai didalam rumah. "Dia ada dikamar, memangnya kenapa? kenapa kau begitu pucat?" Tanya istrinya penasaran. Suaminya menggeleng, sementara tangannya menggaruk-garuk kelala.
"Tadi aku mendengar kabar  kalau guru matematika disekolah Alex diserang oleh hewan buas. Lalu aku kesana dan melihat kalau tempat itu dikelilingi banyak orang termasuk polisi. Dia dan istrinya tewas sementara rumahnya hancur. Yang selamat hanya kedua anaknya."
"Itu salahnya bukan? dia memilih tinggal ditengah hutan. Tempat yang jauh dari pemukiman."
Argus menguping dari luar rumah. Lalu tersenyum puas. Matanya menyala merah. Dia merencanakan sesuatu.


1 komentar:

Disqus Shortname

Comments system