Pages

Rabu, 21 September 2016

A Psychopath Called "Loner" Part: 7. Alex Sebastian

A Psychopath Called "Loner"

7. Alex Sebastian

Seberapa pun kejamnya kau, kau pasti tetap tidak akan tega untuk membunuh adikmu sendiri. Baiklah, aku memang tidak punya bukti dia adalah adikku, dan bisa saja dia mengarang, tapi demi apapun. Aku sangat yakin dia tidak berbohong. Pria itu tidak berbohong.
"Aku akan menghajarnya kali ini. Loner, kau lihat saja." Cindy maju menyerang pria itu dengan pisaunya, "Cindy tunggu!" namun Cindy tidak memperdulikanku. Dia maju dan berniat membunuhnya. Pria itu juga tidak mau kalah, dia juga ikut menyerang bahkan dengan sebuah tongkat besi yang dikeluarkannya dari tas. Suara senjata mereka beradu, mereka saling pukul, saling terjang dan saling berniat membunuh. Pria itu terlihat sangat kesal karna melihat mayat satpam-satpam tadi, dia tidak akan mengampuni Cindy karna dia tahu Cindy adalah pembunuhnya. Cindy juga tidak akan membiarkan pria itu hidup, sementara aku.. Aku hanya bisa diam melihat mereka seperti orang bodoh. Sial, harusnya aku tidak mendatangi rumah ini. Niat awalku hanyalah untuk membunuh ayahku, karna dia telah meninggalkanku dan ibu hingga aku menjadi seperti ini. Kenapa jadi seperti ini? bila dibiarkan, mereka bisa saling membunuh. Terlihat tubuh Cindy sudah bengkak dan berdarah karna tongkat besi adikku, adikku juga sudah terkena banyak sayatan dan tusukan dari pisau Cindy. Dari pertarungan mereka, dapat terlihat kalau mereka memang sama-sama hebat dan lihai. Berulangkali mereka saling serang namun mereka juga dengan mudah menghindari hampir semua serangan. Pisau Cindy menusuk kaki adikku hingga membuatnya pincang. Cindy tertawa dan terus menyerang. Sial, pria bodoh itu bisa mati. Cindy tetap tak bergeming berapa kalipun aku menyuruhnya untuk berhenti. Aku memegang sebuah pistol, haruskah aku menembak Cindy? tidak, aku tidak ingin melakukannya. Cindy juga telah menusuk kedua lengan adikku hingga membuatnya tak berdaya. Dia tidak dapat lagi menyerang. Kemarin dia dapat membuat Cindy dengan pingsan karna dia tidak memakai pisaunya, tapi sekarang adikku yang dibuat sekarat. Darah membanjiri tubuhnya. Adikku tergelak karna kehabisan darah, Cindy mendekatinya berniat untuk membunuh pria yang tidak berdaya itu, "Cindy hentikan!!" Aku berteriak pada Cindy namun dia tetap tidak memperdulikanku. Aku tidak punya pilihan lain, aku mengarahkan pistolku kekakinya. Kutembakkan sebuah peluru tepat dibagian paha hingga membuatnya tersungkur. Darah kental keluar dari pahanya yang mulus. Cindy melihatku dengan dingin. Wajah kekecewaan, marah, dan sedih yang menjadi satu.
"Loner, kenapa?" Cindy bertanya seraya memegangi pahanya yang sudah berlumuran darah.
"Aku tidak perlu partner yang tidak menuruti perintahku." Cindy tertawa, dijilatinya tangannya yang penuh darah. Lalu dia berusaha berdiri dan kembali untuk berusaha membunuh adikku. "Cindy kumohon hentikan!" Aku kembali berteriak padanya, namun dia tetap keras kepala.
"Cindy bajingan! kau yang membuatku melakukannya!" aku menembakan sebuah peluru kebagian perutnya hingga menembus bagian belakang tubuhnya. Cindy memegangi perutnya yang berdarah itu, dia jatuh tersungkur. Dia tidak bergerak lagi, namun dia menatapku dengan sedih. Mulutnya mengeluarkan darah.
"Loner, aku mencintaimu. Dan kau, kau membunuhku demi pria penipu itu?" dia tersenyum padaku. Tak berapa lama kemudian dia menutup matanya, dan sama sekali tak bergerak. Apa dia mati? Sial. Anjing. Kenapa aku melakukan itu?
Aku mendekati pria yang mengaku sebagai adikku itu, kutatap tajam matanya. Lalu kuangkat tubuhnya yang berlumuran darah itu, "ayo keparat, akan kubawa kau kerumah sakit."

"Alex Sebastian. Itu adalah nama adikmu ini. Terimakasih Andre. Tapi ini tetap tak membuatku menyukaimu. Aku akan tetap menghajarmu nanti."

"Nanti saja bicaranya bangsat. Kalau aku tahu kau berbohong, kau akan kubunuh lebih sadis dari siapapun yang pernah kubunuh." Dia tersenyum, lalu tertawa kecil. Aku menggotongnya ke motorku. Memakaikannya Jacket. Lalu menyalakan motor dan pergi dari situ. Meninggalkan mayat Cindy. Aku memang brengsek ya. Hehehehe...

0 komentar:

Posting Komentar

Disqus Shortname

Comments system