Pages

Sabtu, 17 September 2016

A Psychopath Called "Loner" Part 5: Saudara Kandung


A Psychopath Called "Loner"

5. Saudara Kandung

"Darimana kau tahu namaku? siapa kau?" aku bertanya pada sosok jangkung dibalik bayangan itu. Dia mendekat kearahku. Kini, terlihat jelas wajahnya walaupun saat ini sangat gelap. Wajahnya sangat mirip denganku, tampan, dan dia memakai anting ditelinga kirinya. Benarkah dia adikku? maksudku, aku tidak pernah tahu aku mempunyai saudara. Yang aku tahu, aku tidak pernah mengenali ayahku dan ibuku selalu menyiksaku. Tapi, pria itu sangat mirip denganku. Kami sama-sama bertubuh tinggi. Usianya sekitar 20 tahun.
"Bicara apa kau ini? jangan membual, atau akan kubunuh kau sekarang juga." aku menatap tajam padanya. Sementara gadis disampingku, dia mengambil posisi menyerang.
"Apakah kau tega membunuh adikmu yang sudah lama tak kau temui ini?"
"Jangan bercanda! kami sedang buru-buru, pergilah. Aku ampuni nyawamu."
"Tidak, Andre.. Aku tidak bercanda. Aku benar-benar adikmu." perkataannya membuatku geram. Aku mengacungkan parangku padanya, namun dia tidak terlihat takut. Dia sangat santai.
"Buktikan kalau kau adalah adikku. Kalau kau bohong, kupenggal kepalamu."

"Akan kuceritakan secara ringkas, Andre. Orangtua kita berpisah ketika kita kecil. Aku tinggal bersama ayah yang bergelimang harta, sementara kau bersama ibu yang hidup susah. Ibu, dia menjadi depresi dan kehilangan akal. Sementara kau, kau membunuhnya dasar keparat. Sekarang kau malah menjadi pembunuh menyedihkan yang diincar oleh banyak pihak."

"Jangan banyak omong bajingan. Apa maumu?" pria yang mengaku sebagai adikku itu diam sesaat. Dia menatap dengan penuh kebencian padaku.
"Aku ingin membuatmu menyesal karna telah membunuh ibuku!" Pria itu menyerang dengan sangat cepat. Gadis yang bahkan belum kuketahui namanya mencoba melindungiku, dia maju menghadapi pria itu. Mereka saling baku hantam. Walaupun gadis itu hebat dalam beladiri, ternyata pria itu bukan tandingannya. Gadis itu berulangkali menyerangnya dengan pukulan, tendangan, bahkan dengan tusukan pisaunya. Namun dia dapat dengan mudah menghindar. Satu pukulan saja dari pria itu kearah perut gadis yang menjadi partner baruku sudah cukup membuatnya pingsan, jatuh menghantam tanah. Kini giliranku yang maju, satu tendangan dariku mengarah kekepalanya, dia menangkis dengan sikunya. Dia mecengkram kakiku dan memutarnya, lalu dengan kuat menghantam wajahku dengan sikunya. Sial, sakit sekali. Hidungku mimisan dan beberapa gigiku patah. Aku mencoba sekali lagi untuk menyerangnya. Kali ini dengan parangku, namun dia lebih cepat. Dia mengambil parang itu dari tanganku lalu menusuk kakiku dengan benda tajam tersebut. Darah keluar tak berhenti dari kakiku yang sudah koyak. Akibatnya, aku tidak dapat berdiri. Rasanya sakit luar biasa. Pria itu mendekatiku. Memdekatkan parang itu keleherku. Aku menatapnya dengan tajam, "Lakukan," aku menantangnya. Dia menggeleng.
"Meskipun aku ingin, aku tidak bisa melakukannya. Ibu tidak akan bisa hidup lagi. Kau bedebah Andre, apa kau tahu sudah berapa lama aku mencarimu? bertahun-tahun. Kau sangat sulit dilacak, aku menghabiskan banyak waktu, tenaga, bahkan uang untuk dapat bertemu denganmu."

"Lalu apa yang kau tunggu, bunuh aku. Karna kalau tidak, aku akan menemui ayahmu dengan membantainya dengan sangat sadis, melebihi yang kau bayangkan."
Pria itu menarik bajuku, memukul wajahku berulangkali, kemudian memukul kepalaku dengan kepalanya.
"Kenapa?!" teriaknya.

"Kenapa? apa kau tahu siksaan yang kualami ketika aku hidup dengan ibumu? kalaupun sekarang dia kembali hidup, akan kubunuh dia dengan lebih sadis lagi."
Dia terlihat marah, dia kembali memukuli ku. Entah kenapa aku tidak dapat merasakan kepedihannya, padahal dapat kulihat wajahnya begitu sedih, kecewa dan marah.
"Ayah selalu menceritakan betapa menyesalnya dia meninggalkan ibu. Dia terus mencari kalian berdua. Hingga suatu hari kudengar tentang kalian, rumah kalian. Tapi kau tahu? aku hanya melihat kuburan ibu. Berengsek kau Andre!" dia memukuli ku kembali, hingga kini wajahku benar-benar hancur. Dia kemudian menangis. Menaruh kepalanya didadaku hingga dapat kurasakan hangat airmatanya. Aku, aku secara tak sadar menggerakan tanganku. Melingkari tubuhnya, memeluknya. Adikku itu menangis semakin kuat. Lalu dia melepasku, dia mendorongku dengan kuat.
"Aku sangat membencimu Andre, tapi ayah terus menanyaimu. Dia sedang sakit parah sekarang, jadi kalau kau masih memiliki sedikit saja rasa perduli didalam hatimu yang busuk itu, jenguklah dia. Setidaknya, yang terakhir." Dia mengambil sebuah kertas dari sakunya, kemudian melempar kertas itu kewajahku. Pria itu lalu pergi, kembali menghilang dibalik kegelapan.

.....

"Wah jadi ini kamarku? hebat! tapi, siapa mereka Loner?" gadis yang kini kutahu bernama Cindy itu begitu girang ketika kuberitahu kalau kamar yang berisikan bocah-bocah pemuas nafsuku adalah kamar barunya. Butuh waktu lama untuk menunggunya siuman. Ketika ditinggal pria tadi, aku langsung membawanya ke markasku. Anak-anak yang melihat Cindy terlihat takut, sekaligus penasaran. Mereka semua memeluk Lara.
"Hei Loner, jawab! apa mereka adalah partner mu juga?"

"Bukan. Mereka adalah, boneka seks ku."

"Ohh, dasar mesum. Ternyata kau memang tertarik dengan anak kecil ya." Cindy menarik tanganku kearah ranjang. Dia terlihat sangat senang. Gadis itu menciumi anak-anak itu satu persatu, menciumi bibirnya. Cindy lalu mencumbuiku, kemudian melepas bajuku. Setelah itu dia melepas baju dan celananya, "Ayo kita lakukan Loner, malam ini akan sangat luar biasa. Hehe.." Cindy tersenyum menggoda. Dia lalu mendekati salah satu dari anak-anak itu, kemudian memaksanya menjilati dada dan, kemaluannya. Ini aneh, gadis ini aneh. Kau tahu, dia adalah partner yang sempurna. Malam ini aku berhubungan dengan 6 anak dibawah umur sekaligus, biasanya aku hanya memperkosa salah satu dari mereka.
Aku mendapat kan senjata impianku, mendapat partner baru, dan.. Bertemu adikku. Apakah malam ini pertanda?

0 komentar:

Posting Komentar

Disqus Shortname

Comments system