Pages

Sabtu, 17 September 2016

A Psychopath Called "Loner" Part 3: I Need A Gun


A Psychopath Called "Loner"

3. I Need A Gun

Tepat pukul 01:00 dini hari. Saatnya beraksi. Merampok, memperkosa, membunuh. Oohhh, hidup ini indah sekali.
Aku lewat dari samping agar dapat masuk dirumah ini tadi. Baru kali ini aku beraksi di daerah perumahan elit. Untung saja posisi rumah komandan polisi ini ada di daerah paling belakang. Hingga tidak akan terlalu beresiko. Sekarang, aku ada didepan pagar rumahnya. Mengenakan jacket hoodie, jeans panjang, dan tentu saja topeng biru polos. Disini sesepi kuburan, tapi aku suka. Aku kemudian dengan gesit memanjat pagar yang cukup tinggi itu. Didalamnya ada dua buah mobil dan sebuah motor yang diparkir. Sudah jelas dia orang kaya, karna mobilnya adalah mobil yang sangat mahal. Ketika aku membuka pintunya, ternyata tidak dikunci. Sial, ternyata orang ini adalah si pemberani, dia tidak takut dirampok. Baiklah tuan pemberani, kau akan segera melihat penjahat paling mematikan yang pernah kau hadapi. Ketika aku masuk, kudengar ada suara televisi. Mereka belum tidur rupanya. Aku mengintip, polisi itu tengah bercumbu dengan istrinya disofa ruang tamu. Bedebah, menjijikan. Kukeluarkan parang kesayanganku dari tas, kudekati mereka perlahan dari belakang.
"Hai..." Kataku mengangetkan mereka. Mereka terkejut melihatku, "Siapa kau?!" polisi itu berdiri dengan sigap dan mengambil kuda-kuda menyerang. Ahli beladiri ternyata. Dia bertanya sekali lagi tapi aku tetap diam. Lucu sekali ketika melihat wajahnya dan istrinya ketakutan begitu. Dia kemudian mengambil posisi menyerang. Tinjunya mengarah dengan sangat cepat kewajahku, untung saja aku sempat menghindar. Kupukul perutnya sekuat tenaga hingga pria itu batuk-batuk. "Bedebah!" makinya seraya mengelus-elus perutnya yang kesakitan. Dia menyerangku sekali lagi, kali ini dengan kakinya. Tapi, sekali lagi aku dapat menghindar sekaligus menerkam kakinya. Lalu kutebas kakinya beberapa kali dengan parangku hingga putus. Darah muncrat kesegala arah. Termasuk ke pakaian dan wajahku. Menjijikan, aku hanya suka darah perawan. Dia berteriak kuat, terlebih lagi istrinya. Karna tidak ingin tetangga mereka berdatangan, kutusuk saja parangku keleher polisi itu. Parang itu bahkan sampai menembus kebelakang. Dia terlihat seperti dicekik, matanya melotot padaku. Kucabut parangku lalu menusuk dadanya berulangkali sampai hancur. Komandan polisi itu lalu jatuh kelantai. Sementara istrinya berteriak semakin kencang. Anjing, wanita keparat ini bisa membuatku dikeroyok sampai mati disini. Kudekati dia lalu kucekik lehernya sekuat tenaga. Tubuhnya begitu mungil sampai-sampai aku dapat mengangkatnya keatas. Dia meronta-ronta ingin melepaskan diri, bahkan kakinya sempat menendang wajahku. Bajingan! kubanting dia kelantai dengan keras hingga dia lemas. Kupukuli wajahnya sekuat tenagaku. Wajahnya yang tadinya cantik kini hancur babak belur, berdarah-darah, dan giginya patah. Kini dia sekarat. Teriakannya berubah menjadi erangan kematian. Dia merangkak dengan wajah penuh darah untuk mencoba mencari pertolongan. Kupegang erat-erat parangku lalu mendekatinya. Kududuki pantatnya lalu menjambak rambutnya, kemudian kugorok lehernya dengan parang tajamku seperti ketika seseorang sedang menyembelih sapi. Seandainya manusia dapat di qurbankan, akan ku qurbankan wanita ini untuk besok. Hehehe...
Darah kental keluar dengan begitu banyak dari lehernya yang sudah koyak. Aku belum puas. Kembali kugorok lehernya dengan kuat, terus kugorok sampai kepalanya putus. Lalu tertawa lega ketika melihat kepalanya dapat kugenggam. Kuciumi bibirnya itu, jangan tanya kenapa atau kalian juga kugorok.
Kemudian aku berkeliling kesekitar rumah ini. Memasuki satu-persatu kamar. Kamar pertama yang kumasuki adalah kamar polisi tadi, aku ingin mengambil uang dan tentu saja pistolnya. Aku membuka seluruh lemari, laci, dan juga brankas. Uangnya memang banyak, kumasukan semua kertas itu kedalam tasku. Begitu banyaknya sampai-sampai tasku yang tadinya kosong menjadi penuh dan berat. Tapi, dimana si keparat itu menyimpan pistolnya? sudah kucari kemanapun tapi tetap tak ada. Ah, pasti di brankas itu. Brankas besi itu memang belum kubuka karna tidak tahu nomer sandinya. Untung saja aku tahu triknya, kuambil alat kecil dari tasku lalu kucoba membuka brankas itu. Dugaanku tepat, ada sebuah pistol disitu beserta peluru-pelurunya. Terimakasih pak tua, kini salah satu keinginanku sudah terpenuhi, hehehe...
Di dekat ruang tamu ada sebuah kamar lagi. Pintunya dihias dengan indah, hiasan anak kecil. Gadis. Kalian tentu sudah dapat membaca pikiranku bukan?
Aku membuka pintu kamar yang dicat merah muda itu, kulihat ada seseorang yang tengah lelap tertidur diranjang. Aku mendekatinya dengan perlahan. Ternyata masih sangat muda. Wajahnya begitu polos, bahkan dia tersenyum ketika tertidur. Dia pasti sedang bermimpi indah. Oh, haruskah aku memperkosa dan membunuhnya? aku sedikit iba melihat wajah imut dan tidak berdosanya itu. Tapi, kau tahu.. Masa bodoh. Aku tidak perduli. Kubuka dengan paksa seluruh pakaiannya. Gadis itu terbangun dengan kaget. Dia berteriak ketika melihat wajahku yang ditutupi topeng. Sial, berisik sekali. Apakah seluruh keluarga ini memang senang berteriak? dengan cepat kubungkam mulutnya dengan tanganku. Aarrghh sial. Dia berani menggigit tanganku sampai berdarah. Kini aku benar-benar murka. Kutampar wajahnya hingga bibirnya mengeluarkan darah. Dia memukul perutku, lalu mengunci lenganku ketika aku memegangi perutku. Gadis bajingan itu lalu menendang wajahku dengan lututnya sampai topengku hancur dan hidungku mimisan. Kemudian gadis itu lari keluar dari kamar. Kemudian aku baru menyadari kalau ternyata ada seragam karate yang digantung didinding kamarnya, sial kenapa aku baru tahu. Aku mencoba mengejarnya. Tapi aku tidak tahu anak itu lari kemana. Aku mencarinya kemana-mana. Mulai dari dapur, kamar mandi, kamar, bahkan taman belakang. Dia tidak ada. Sial, anjing. Aku duduk pasrah disofa tepat disamping mayat kedua orang yang kubantai tadi. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi, kasus langka seperti ini baru sekali ini kualami. "Brukk!!" tiba-tiba sebuah pukulan yang sangat menyakitkan menghantam bagian belakang tubuhku. Aku sempoyongan, tidak sanggup berdiri. Sial, kurasa aku akan pingsan. Dapat kulihat gadis itu tersenyum dingin dengan sebuah tongkat pemukul ditangannya. Aku lalu jatuh dan tidak dapat merasakan apapun. Aku pingsan...

0 komentar:

Posting Komentar

Disqus Shortname

Comments system