Pages

Selasa, 31 Januari 2017

Andy Claver Part 6: Early War (2)



Setelah hampir setengah jam kami berdiskusi, kami pun memutuskan untuk mencari kedua sahabatku terlebih dahulu. Sempat terjadi adu mulut antara kami semua. Frank, Claudio, dan para Werewolf ingin agar kami semua lekas pergi dari sini. Tapi aku bersikeras tidak akan pergi sebelum menyelamatkan Ron dan Clara. Raura mendukungku, dia berkata akan bersamaku walaupun yang lain tidak ingin. Begitu juga dengan Creek si serigala putih, entah kenapa dia jadi berpindah pihak membelaku hingga membuat Werewolf lain tidak punya pilihan lain.
"Andy, kau bajingan kecil. Bagaimana kalau kedua sahabatmu itu sudah mati?! kita tidak bisa mengorbankan nyawa kita demi menyelamatkan kedua temanmu!" bentak Frank padaku. Dia benar-benar membuatku kesal. Sok hebat. Jika saja aku tahu kemampuanku akan kuhajar dia habis-habisan. Berani-beraninya dia memarahiku seperti orang dungu didepan banyak orang, oke, monster.
"Frank, aku tidak memintamu untuk membantuku. Kalau kau ingin pergi pergi saja!" balasku. Dia terlihat geram, dia mencoba mendekatiku sambil memamerkan giginya yang besar dan tajam, namun Claudio menahannya. Claudio melihat kearahku dengan tatapan kesal, pasrah, dan juga bingung menjadi satu.
"Andy, bagaimana kalau mereka memang sudah mati?"
"Aku yakin mereka masih hidup. Mayat mereka tidak ada disana," aku menunjuk ke arah tumpukan mayat remaja tidak jauh dari tempat kami berdiri.
"Para Werewolf juga berkata kalau mereka belum menemukan satupun anak dengan kemampuan khusus selain aku, Frank dan Raura." kataku. Claudio pasrah. Dia melihatku, menggelengkan kepala lalu berkata kalau aku sama keras kepalanya dengan kakekku.
"Kita tidak punya banyak waktu. Kita harus segera pergi dari sini sebelum para Gigantors menyadari kalian ada disini. Ayo PERGI!" Kep si serigala coklat bertubuh gemuk dan besar mengaum padaku. Itu membuat Raura marah,
"Monster keparat! kalian telah menyerang kota kami, kalian membunuh pembantu-pembantu kami, kalian membunuh anak-anak tidak bersalah. Kalian menghancurkan rumah kami! dan sekarang, kau berani memerintah kami? kau mengaum dengan mulut kotormu itu pada adikku?! dasar monster menjijikan!" teriak Raura. Kep pun marah dia mengeluarkan kuku-kukunya yang besar dan tajam. Raura bukannya takut tapi malah semakin membuat Kep berang. Creek mencoba menahannya namun Kep tidak mau berhenti, Frank dan Claudio mengambil ancang-ancang untuk menyerang. Begitu juga serigala yang ada dibelakang Kep. Mereka sepertinya marah klan mereka dihina oleh Raura.
"Kep, sudahlah. Kita sudah berjanji untuk membantu mereka bukan?" Creek mencoba menahan Kep, dia menekan dada Kep.
"Lalu apa Creek? ingin berpindah pihak? klan Werewolf memiliki harga diri tinggi, siapapun yang menghina kita harus mati. Aku bisa menghabisi mereka semua seorang diri" tantang Kep. Frank terlihat sangat geram, terlihat dari wajahnya kalau dia sedang menahan emosi yang sudah diubun-ubun.
"Oh ya? memiliki harga diri tinggi hah? Lalu kenapa kalian takut dengan makhluk bernama Gigantors itu?" Raura mengejek Kep lagi. Kep menatap Raura dengan wajah yang sangat mengerikan. Dia tidak memperdulikan Creek yang mencoba menahannya bahkan dia mendorong Creek yang tengah sekarat itu. Kep melangkah semakin dekat, Frank berdiri didepan Raura sambil mengepalkan tangan. Sedetik lagi mereka akan bertarung, namun tiba-tiba, "Duaarr!!" muncul sebuah ledakan besar dari arah alun-alun kota. Ledakan itu sangat besar bahkan membuat pohon disekitar kami berayun kencang.
"Sial, apa itu?" tanya Claudio. Kini kami semua fokus melihat nyala api yang begitu besar tersebut. Malam yang tadinya gelap kini menjadi terang.
"Ledakan itu ada di dekat rumah Ron dan Clara, rumah mereka berdekatan. Aku harus kesana." Aku lalu berlari tanpa mendengar larangan dari Claudio, Frank, bahkan Kep. Raura adalah yang pertama kali mengejarku. Lalu disusul oleh Claudio, Frank dan para serigala.
"Bocah sialan. Kami para Werewolf tidak pernah melanggar janji. Kami akan membantumu mencari temanmu," Kep berkata sambil berlari, larinya begitu cepat.
"Kami akan melihat duluan kesana. Lari kalian seperti siput. Tolong jaga Creek." Kep memberi aba-aba pada teman-teman serigala dibelakangnya untuk mengikutinya. Mereka pun berlari meninggalkan kami. Benar-benar seperti serigala lari mereka itu. Mereka berjalan, bertarung dengan dua kaki namun berlari dengan empat kaki. Creek yang masih lemas dibantu oleh Claudio untuk mengikuti kami.
"Itu pasti ulah para Gigantors." Ucap Creek dengan terengah-engah.
Aku terus memikirkan hal-hal buruk yang bisa terjadi pada Ron dan Clara hingga lari ku semakin cepat. Tak berapa lama kami pun sampai ditempat asal ledakan. Sebuah pengisian bahan bakar sudah hancur berkeping-keping, begitu juga dengan bangunan-bangunan disekitarnya. Termasuk sebuah tempat makan kecil untuk nongkrong para remaja di kota ini. Aku dan Ron sering makan es krim dan coklat disana. Bukan hanya bangunan yang hancur, disekelilingnya juga berserakan mayat-mayat manusia. Beberapa diantaranya sudah hangus terbakar sementara yang lain seperti habis diterkam dan menjadi santapan hewan buas. Namun bukan itu yang kami terkejut, beberapa puluh meter didepan kami terlihat Kep dan serigala lain tengah bertarung dengan sesosok Raksasa berwajah mengerikan. Taringnya besar dan mencuat seperti gajah. Kulit Raksasa itu berwarna hijau kehitaman. Dia hanya menutupi tubuhnya dengan selapis kain tua berwarna coklat. Tinggi Raksasa itu sekitar 5 meter, bahkan tangannya lebih besar daripada tubuhnya yang bulat dan juga besar. Cukup besar untuk menghancurkan kota ini dalam semalam.
"Itu Gigantors, sial! aku harus membantu mereka." Creek mencoba berlari namun terjatuh karna tenaganya sudah habis. Claudio dan Frank lalu membantunya berdiri.
"Sial, mereka akan mati." Creek terlihat sedih. Memang benar, bahkan sekumpulan serigala bertubuh besar dan kuat seperti itu tidak mampu menjatuhkan Raksasa itu. Beberapa kali para serigala berbulu coklat itu mengeroyok si Raksasa namun percuma. Cakar dan gigitan mereka tidak mampu melukai si Raksasa, kulitnya terlalu keras. Bahkan tergores pun tidak. Si Raksasa memukul satu-persatu serigala itu hingga hancur dan usus mereka beterbangan. Dia menggenggam serigala itu dengan tangannya yang sangat besar lalu meremuknya sampai hancur. Bahkan beberapa serigala ada yang digigit dan menjadi santapannya. Creek terlihat begitu marah, airmata kekecewaan jatuh dari pipinya karna tidak mampu membantu teman-temannya. Kini hanya tinggal Kep dan seekor serigala lagi disana. Raksasa itu berteriak. Suaranya sangat besar, mirip seperti suara halilintar yang menggelegar, memecah keheningan malam. Kep dan serigala temannya melompat ketubuh Raksasa, Kep berhasil melompat lagi kekepala Raksasa itu namun temannya gagal. Raksasa itu berhasil menangkap teman Kep dan memutuskan kepalanya. Kep yang sudah sangat marah lalu menusukan tinjunya kearah mata kanan Raksasa itu. Matanya pun bolong hingga mengeluarkan cairan kehijauan yang sepertinya darah. Raksasa itu menangkap Kep lalu melemparnya kearah kami, tubuh Kep yang besar melayang dengan cepat kearah Frank lalu menabraknya hingga mereka berdua terpental sampai beberapa meter. Raksasa itu berteriak kesakitan, suaranya sangat besar. Dia melihat kearah kami dengan tatapan marah. Dia berlari sampai-sampai tanah bergetar kuat. Claudio berdiri didepan aku dan Raura, begitu juga Creek dengan sisa tenaganya.
"Andy, Raura, cepat pergi dari sini!" perintah Claudio.
"Tapi Claudio.." aku menyentuh lengan kayu Claudio.
"Cepat!" bentaknya. Tapi terlambat, Raksasa itu sudah sangat dekat. Kami akan mati. Namun dari arah samping Raksasa itu menyembur api yang sangat besar. Api itu itu semakin besar dan hingga si Raksasa kesakitan dan terjatuh. Api itu muncul dari seseorang yang memakai jubah hitam. Wajahnya ditutupi topeng tengkorak yang juga berwarna hitam.Dibelakang orang berjubah itu ada dua orang anak yang sangat kukenal. Orang itu terus menyembhrkan api dari tangannya hingga si Raksasa tidak mampu bergerak, perlahan kulit dan dagingnya melepuh lalu meleleh. Beberapa menit kemudian Raksasa itu sudah tewas dengan tubuh gosong.
Seketika suasana menjadi hening. Orang berjubah itu melihat kearahku lalu pergi. Dia berlari dengan sangat cepat, hilang ditelan gelap. Siapa dia?
Ketika orang itu sudah pergi Ron dan Clara berlari kearahku lalu memelukku. Mereka terlihat sangat senang sekaligus sedih. Bahkan Clara sampai menangis terisak-isak dalam dekapanku.
Siapa orang itu? kenapa Ron dan Clara bisa bersamanya?

1 komentar:

Disqus Shortname

Comments system