Pages

Sabtu, 24 September 2016

A Psychopath Called "Loner" Part: 10. Loner vs Cool Skull

A Psychopath Called "Loner"

10. Loner vs Cool Skull

"Tunggu," Alex menahanku ketika aku akan turun dari mobil dan melihat gadis itu. Kemudian dia mengambil sebuah pistol dari samping kursi mobil,
"Disini sangat sepi, dia menghadang kita. Aku yakin dia kenal kita dan sudah mengikuti kita." ucap Alex. Ya, dijalan ini memang sangat sepi, dari ujung ke ujung tidak terlihat satu manusia pun selain kami. Ditambah malam ini begitu dingin dan gelap. Sial, seperti film horor saja. Alex turun dari mobil, lalu aku pun mengikutinya. Gadis itu memakai celana pendek dan juga jacket. Sudah kuduga itu dia. Dia terlihat sangat marah padaku.
"Apa yang kau inginkan?"
Tanya Alex padanya namun dia diam tak menjawab. Alex mengulangi pertanyaannya lalu muncul seseorang dari belakang gadis itu. Ternyata dia tidak sendiri. Sosok tinggi besar muncul dari kegelapan.
"Bukan dia yang punya urusan, tapi aku." jawab sosok tinggi tersebut. Bung, dia benar-benar tinggi. Badannya juga kekar. Dia memakai jas mirip pemain sirkus, celananya juga aneh. Rambutnya panjang, namun sangat rapi tidak seperti rambutku. Dia memainkan beberapa buah kartu ditangannya. Wajahnya, dia tidak memakai topeng. Dia masih sangat muda. Aku tafsir usianya baru sekitar 15 atau 16 tahun. Dia lalu mendekati kami,
"Tuan, Loner. Kau masih mengingatku?" Alex mengokang pistolnya. Bersiap siaga kalau-kalau mereka menyerang kami.
"Aku, aku tidak mengenalimu." Aku jujur. Aku memang tidak kenal dia.
"Haha, lucu sekali. Ingat panti asuhan yang beberapa tahun lalu kau serang?" tanyanya lagi. Ah ya, aku ingat pernah membantai sekumpulan anak dan juga petugas di sebuah panti asuhan beberapa tahun lalu. Kemudian aku membakarnya. Tapi apa hubungannya dengan anak itu?
"Iya. Dan kau ingin apa?"

"Aku adalah satu-satunya korban yang selamat dari kebrutalan mu malam itu. Hingga sekarang aku masih terus mencarimu. Aku rasa harus berterimakasih pada pria disampingmu, dan juga nona ini. Karna berkat mereka, aku berhasil menemukanmu." Aku melihat Alex, dia memasang wajah bingung. Bodoh. Padahal aku ingin bertanya padanya.
"Bagaimana mungkin?" tanyaku penasaran.
"Aku adalah salah satu dari pembunuh berantai yang sedang diburu para polisi termasuk adikmu. Aku sering mengawasi adikmu itu untuk membunuhnya. Hingga kemarin malam, aku kerumah ini dan menemukan dia," Pria itu menarik lengan Cindy dengan mesra, menciumi lengannya. Cindy tersenyum pada pria itu, lalu ketika melihatku, dia cemberut. Entah kenapa aku merasa cemburu pada mereka.
"Dari nona ini aku mendapat banyak informasi tentang dirimu, Loner. Mulai dari kelemahanmu, markasmu, korban-korbanmu. Semuanya."

"Dasar pengkhianat!" teriakku pada Cindy, dia mendekatiku lalu menamparku.
"Pengkhianat? kau menembakku hanya demi dia!"

"Dia adalah adikku."

"Baiklah. Kalau begitu, dia adalah kekasihku." Cindy mengayunkan pisaunya tepat kearah tenggorokanku. Untung saja aku bisa menghindar kebelakang, bila tidak tentu saja leherku akan putus separuh. Cindy terus menyerangku, dan ketika Alex berusaha membantu, pria pemakai jas itu melemparkan beberapa potong kartu ketubuh Alex hingga menyayat kulitnya. Ternyata ujung dari setiap kartu itu telah dilapisi besi yang tajam. Alex menodongkan pistolnya namun dengan sigap Cindy menendang lengannya hingga pistol itu terlempar kesemak-semak. Cindy kemudian balik menyerang Alex dengan pisaunya. Alex juga mengeluarkan semacam celurit kecil dari balik pinggangnya. Mereka adu senjata tajam hingga membuat bunyi yang sangat mengganggu. Tak berapa lama aku merasakan kalau sesuatu keluar dari dalam lenganku, aku merasa basah. Itu adalah, darah. Pria berjas itu melemparkan salah satu kartunya dengan sangat cepat bahkan aku tidak menyadarinya. Dia tertawa mengekeh ketika melihat aku menahan lenganku agar tidak terlalu banyak mengeluarkan darah. Bajingan itu menyebalkan sekali. Aku berlari kearahnya dan menyerangnya membabi buta. Namun dia dapat menghindar dengan mudah. Dari kuda-kudanya, aku tahu dia adalah ahli beladiri, mungkin, karate. Sial, apa hanya aku disini yang tidak pandai beladiri? ah masa bodoh, aku terus menyerangnya walau sedari tadi tidak ada satupun yang berhasil. Aku memukulkan tinjuku dengan sangat kuat, dia menghindar kebelakang. Ini saatnya, aku menerjangnya dengan lututku. Tepat di bagian kemaluannya. Oh sial, aku bertarung seperti wanita. Dia terduduk lemas. Menatapku tajam. Aku malu pada diriku sendiri, karna menendang kemaluan pria, padahal aku pria! aku tidak punya pilihan lain. Aku lalu memukul wajahnya dengan sangat kuat hingga dia terpental beberapa meter kebelakang. Hindungnya mimisan. Dia mencoba bangkit, namun dengan secepat kilat aku menendang kembali wajahnya. Aku yakin itu sangat menyakitkan karna ketika aku menendang wajahnya, terdengar suara tulang retak. Mungkin tulang rahangnya. "Sialan kau Loner!" dia memegangi wajahnya yang babak belur dalam posisi terlentang karna kesakitan. Alex dan Cindy masih terus bertarung. Mereka saling membunuh satu sama lain. Kulihat tubuh Cindy sudah banyak terkena luka sayatan, sementara Alex masih bersih. Hingga beberapa saat kemudian Alex berhasil membuatnya jatuh, dan mengancam akan membunuhnya bila dia bangkit. Aku mendekati mereka. Kemudian melihat Cindy, wajahnya berdarah. Aku merasa iba pada gadis ini. "Maafkan aku, Cindy." aku mencoba membersihkan noda darah itu dari wajahnya, namun dia mendorong tanganku. Dia terlihat marah dan kecewa padaku. "Bruumm!" terdengar suara deru motor. Pria berjas itu menyalan motornya, "Maafkan aku, kita selesaikan lain kali. Aku yakin kalian juga sedang ada urusan sekarang. Begitu juga kami. Ayo Cindy." Cindy berdiri lalu berjalan mendekati pria berjas itu, Alex mencoba menghentikannya namun aku melarangnya. "Biarkan saja mereka," kataku pelan pada Alex. Dia menurut walau sedikit kesal.
"Loner, kita akan segera bertemu lagi. Lain kali, cobalah bertarung secara jantan. Oh iya, tuan polisi. Namaku adalah, Killace. Nama itu ada di daftar buronan yang kalian cari bukan?" ucap pria berjas itu ketika Cindy sudah menaiki motornya,
"Jangan khawatir. Kau sudah melihat wajahku. Aku akan segera menemuimu juga." kemudian dia membawa motornya pergi dari sini. Meninggalkan kami seolah tak terjadi apapun.
"Ayo Andre, kita masih punya urusan lain. Cool skull akan kita tangkap malam ini juga." Alex masuk ke mobilnya, begitupun aku.
"Coba kulihat tanganmu," Alex menarik tanganku yang berdarah tadi. Dia mengambil kotak P3K yang ada dikursi belakangnya. Dia dengan hati-hati mengikatkan perban ketanganku yang sudah lebih dahulu diberi obat cair. Kemudian dia membuka bajunya, terlihat ada beberapa luka sayatan disana-sini. Dia membersihkan luka-luka itu dan menempelkan semacam perban kecil.
"Cool skull adalah salah satu lulusan terbaik di akademi militer. Kalau kau pernah menonton film Rambo, dia persis seperti itu. Dia ahli beladiri, terlatih untuk membunuh secara cepat dan tanpa jejak. Dia mahir memakai senjata api dan senjata tajam."

"Lalu kau pikir apa? kenapa tidak meminta bantuan saja, memangnya disini cuma kau yang menjadi polisi?"

"Karna ini tugasku! sudah banyak polisi yang tewas menjadi korban para pembunuh-pembunuh bajingan itu. Aku tidak ingin lagi ada polisi yang tewas. Lagipula, adikmu ini juga adalah lulusan terbaik di akademi militer." Alex tersenyum padaku. Aku menggeleng, mendengus. Dia memang sok berani dan bodoh.
"Baiklah, saatnya berangkat. Persiapkan dirimu Kak. Kita akan segera bertarung dengan, "Raksasa""....

1 komentar:

  1. Gan si loner dikasih temen dong misalnya liner ketemu seorang pischo lain dijalan lalu mereka akhirnya berteman lalu trget pembunuhan pischo alex selanjutnya adalah temanya si loner, lalu akhirnya si loner memilih temanya lalu temanya loner memperkanalkan loner dengan para pischo laenya akhir mereka berencana membuat tanan dunia baru (new world) :3 tapi ternyata loner masih berpihak pada alex dan polisi lalu loner akhinya menjadi polisi yang membunuh para pischo

    BalasHapus

Disqus Shortname

Comments system